Asosiasi Petani Rumput Laut Minta Tertibkan Pemukat Jangkar

0-0x0-0-0#

NUNUKAN, Kamis 26 September 2024- Di tengah meningkatnya perhatian terhadap praktik pemukat rumput laut yang mengunakan jangkar sangat meresahkan Petani Rumput Laut Nunukan, Asosiasi Petani Rumput Laut Nunukan mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan pihak pengawas dinas Kelautan dan Perikanan Kaltara.

Desakan ini muncul karena kekhawatiran akan dampak negatif penggunaan jangkar pemukat rumput laut terhadap petani rumput laut yang merugikan hingga milyaran rupiah.

Bacaan Lainnya

Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Sementara Arfiah didampingi ketua fraksi Nasdem Andi Fahjrul Syam serta dihadiri anggota DPRD, perwakilan dinas Perikanan dan Kelautan Kaltara, Kadis Pertanian, Dishub dan TNI Polri.

Mohammad Hisyam, Ketua Asosiasi Pembudi Daya Rumput Laut Kabupaten Nunukan, baru-baru ini mengungkapkan tantangan yang dihadapi oleh para anggotanya dalam sektor budidaya rumput laut.

Dalam pernyataannya di sebuah forum yang dihadiri oleh berbagai pihak, Hisyam menekankan bahwa meskipun beberapa permasalahan telah teratasi, masih banyak yang terus berlanjut, terutama terkait dengan penggunaan pemukat jangkar di perairan Kabupaten Nunukan.

“Kami meminta perhatian dewan dan instansi terkait untuk mendengarkan suara kami. Pemukat jangkar ini telah menimbulkan banyak keluhan di kalangan petani,” ungkap Hisyam.

Ia menjelaskan bahwa teknik budidaya rumput laut yang digunakan oleh pembudi daya setempat adalah metode pancang, namun kehadiran pemukat jangkar dalam dua tahun terakhir telah menyebabkan kerusakan signifikan terhadap pondasi usaha mereka.

Hisyam menambahkan, “Kami membawa bukti berupa foto dan video untuk menunjukkan dampak negatif pemukat jangkar. Baru-baru ini, kami mencatat bahwa hampir dua ratus pondasi di wilayah Mamolo dan Sebatik telah terbongkar, banyak di antaranya dikaitkan dengan penggunaan jangkar.”

Sebagai langkah preventif, Hisyam meminta agar pemukat jangkar dikaji ulang dan diganti dengan metode yang lebih ramah lingkungan.

“Kami tidak ingin konflik antara pembudi daya dan pemukat jangkar terjadi. Kami berharap ada solusi yang dapat dicapai tanpa menimbulkan ketegangan di masyarakat,” pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Sultan, perwakilan dari Asosiasi Petani Rumput Laut Sebatik, menekankan pentingnya tindakan cepat untuk mencegah kerugian miliaran yang disebabkan oleh praktik pemukat rumput laut yang menggunakan jangkar. Ia menyatakan,

“Jangan anggap sepele masalah ini. Jika tidak segera ditangani, bukan hanya ekonomi masyarakat yang terancam, tetapi juga stabilitas daerah kita.” Sultan juga meminta pemerintah untuk melaksanakan sosialisasi mengenai pencegahan dan penindakan terhadap praktik pemukat yang merusak. Ia mendesak adanya sinergi antara APBD, Dinas Perikanan, dan aparat keamanan dalam mengatasi masalah ini. Lebih lanjut, Sultan menyerukan kepada anggota legislatif untuk segera merealisasikan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur larangan pemukat menggunakan jangkar secara merusak.

“Sudah hampir satu tahun kami mengajukan imbauan, namun belum ada wujud nyata. Kami berharap DPRD dapat membantu kami mewujudkan Perda serta penerapan Peraturan Bupati (Perpub) yang relevan,” tambahnya.

Dalam penutupnya, Sultan menegaskan bahwa tanpa dukungan anggaran, usaha budidaya rumput laut akan semakin terancam.

“Kami meminta agar anggaran untuk pengawasan dan budidaya segera disetujui. Kami tidak ingin dibiarkan tanpa dukungan,” tegasnya. “Kami berharap tidak ada lagi praktik pemukat jangkar di perairan Mamolo. Jika tindakan pencegahan tidak dilakukan, masyarakat pembudidaya akan terpaksa mengambil langkah sendiri,” tutupnya.

Menanggapi keluhan masyarakat mengenai penggunaan pemukat jangkar di perairan Kalimantan Utara, Ajis, Pengawas Fungsional Ahli Muda Dinas Perikanan dan Kelautan Kaltara, memberikan penjelasan mengenai regulasi yang mengatur alat bantu penangkapan ikan.

Ajis menjelaskan bahwa pemukat jangkar tidak tercantum dalam ketentuan yang ada. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 36 Tahun 2023, yang mengatur penempatan alat bantu penangkapan ikan, dijelaskan bahwa alat bantu penangkapan ikan hanya diperbolehkan di zona penangkapan ikan terukur dan wilayah pengolahan perikanan di Indonesia, baik di laut maupun di darat.

“Di dalam tabel Permen KP ini, jaring insang pancang diatur, tetapi pemukat jangkar tidak ada. Ini berlaku bukan hanya untuk daerah Nunukan, tetapi juga di Tarakan, di mana penggunaan jangkar juga dilarang,” ujar Ajis.

Ia menambahkan bahwa inovasi masyarakat dalam penggunaan pemukat jangkar tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ajis juga menginformasikan bahwa peraturan terbaru telah ditandatangani dan mencakup beberapa aspek penting terkait pengolahan rumput laut dan kualitas hasilnya, termasuk standar kekeringan yang diatur dalam regulasi tersebut.

“Kami akan melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat, asosiasi, dan kepala desa mengenai peraturan yang baru diterbitkan,” tambahnya.

Lebih lanjut, Ajis menjelaskan bahwa pengawasan akan dilakukan sesuai dengan regulasi yang telah diterapkan. Salah satu contoh yang diatur dalam Permen 36 Tahun 2023 adalah pemukat panjang yang diperbolehkan, namun harus mengikuti ketentuan jarak dari fondasi yang sudah ada.

“Setelah sosialisasi dilaksanakan, tugas kami sebagai pengawas perikanan adalah melakukan penyelidikan jika terdapat pelanggaran, seperti penggunaan pemukat jangkar yang beroperasi pada malam hari. Hal ini juga diatur dalam pergub,” tutup Ajis.

Dalam rapat tersebut, Anggota DPRD Nunukan, Muhammad Mansur, memberikan saran dan masukan mendalam terkait masalah yang terjadi di lapangan mengenai perumput laut di Kabupaten Nunukan.

Mansur menekankan bahwa sejak terbitnya undang-undang tersebut, pembinaan terhadap sektor perikanan dan kelautan di provinsi ini masih minim, yang mengakibatkan konflik antara para pemukat jangkar dan petani rumput laut terus berlarut-larut.

Mansur memaparkan, “Kami telah lama menghadapi persoalan ini, namun Dinas Perikanan dan Kelautan Kaltara belum mampu mengeksekusi atau menyelesaikan konflik yang ada. Dinas seharusnya memiliki tanggung jawab yang jelas karena memiliki kewenangan dalam pengawasan.”

Dia menegaskan pentingnya menjaga hubungan harmonis antara masyarakat, agar tidak terjadi kerusuhan di antara mereka yang sama-sama berjuang untuk hidup.

“Kami tidak berpihak pada satu kelompok, melainkan berfungsi sebagai penengah dalam menyelesaikan masalah ini,” tambahnya.

Sebagai solusi, Mansur mengusulkan pembangunan pos terapung yang berfungsi sebagai pusat pengawasan bagi aktivitas para pelaku yang diduga bermasalah. Ia menyarankan agar anggaran yang telah disediakan, yaitu lebih dari 2 miliar rupiah, difokuskan pada proyek ini untuk meningkatkan pengawasan yang lebih efektif.

Mansur juga mengingatkan untuk tidak melupakan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan yang diambil, serta pentingnya komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat.

“Masyarakat perlu mendapatkan informasi yang jelas dan pemahaman mengenai undang-undang yang berlaku,” ujarnya.

DPRD Nunukan juga menyimpulkan berkomitmen untuk membawa permasalahan ini ke tingkat provinsi agar suara masyarakat dapat disampaikan dan diperhatikan.

“Kami berharap dalam waktu 15 hari dinas perikanan dan kelautan kaltara mengeluarkan edaran terkait larangan mengunakan jangkar dan mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya pemukat rumput laut,”tutup Arfiah. (*)

[jetpack-related-posts]