BPJS Kesehatan Tarakan Soroti Tunggakan dan Pelayanan JKN di Nunukan

 

NUNUKAN – Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tarakan, Yusuf Eka Darmawan, menyoroti berbagai aspek penting terkait program BPJS Kesehatan, khususnya di Kabupaten Nunukan.

Pernyataan tersebut disampaikan pada acara buka puasa bersama dan media gathering di Sayn Cafe & Resto Nunukan pada Rabu (12/03/2025).

Bacaan Lainnya

Yusuf menyampaikan perkembangan program serta kendala yang dihadapi, termasuk tingginya angka peserta menunggak dan sistem pelayanan yang perlu dipahami masyarakat.

“Memberikan informasi saja, program ini sudah berjalan sejauh mana, apa yang harus dibenahi, dan apa yang harus diketahui oleh masyarakat sebagai peserta BPJS Kesehatan,” ujar Yusuf Eka Darmawan.

Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan beberapa hal penting yang perlu disampaikan kepada masyarakat, seperti alur pelayanan, layanan yang tidak dijamin BPJS, serta adanya denda layanan bagi peserta yang menunggak.

“Peserta yang menunggak, jika mereka membayar saat sakit, akan kena denda layanan,” katanya.

Yusuf menambahkan angka tunggakan peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Nunukan masih cukup tinggi. Berbagai upaya telah dilakukan, mulai dari menghubungi peserta melalui telepon dan WhatsApp hingga mendatangi langsung ke tingkat RT. Namun, kesadaran masyarakat untuk membayar iuran masih rendah.

 

“Alasannya karena uang belum atau memang kemampuan membayar belum ada saat itu. Ada juga yang memilih mencicil,” jelasnya.

Meski cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan di Nunukan sudah mencapai 100 persen berdasarkan data semester pertama 2024, Yusuf mengingatkan bahwa data semester kedua bisa menunjukkan angka yang berbeda.

“Kalau nanti dirilis berdasarkan semester dua 2024, kemungkinan tidak 100 persen, karena ada rentang enam bulan yang belum daftar, dan peserta yang tidak aktif sekitar 28 ribu orang karena premi,” tambahnya.

Ia juga menegaskan bahwa kepesertaan BPJS Kesehatan tidak akan aktif jika peserta tidak membayar kewajibannya.

“Yang harus dibayar hanya dua tahun saja. Jadi kalau ada yang menunggak sampai 10 tahun, cukup membayar 24 bulan,” katanya.

Banyak peserta yang awalnya mendaftar secara mandiri, tetapi kemudian mengalami kendala keuangan sehingga tidak bisa membayar iuran. Selain itu, ada juga peserta yang sebelumnya didaftarkan oleh perusahaan, namun setelah berhenti bekerja, mereka tidak melunasi tunggakan.

BPJS Kesehatan terus berupaya memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat agar lebih memahami sistem kepesertaan.

“Kami selalu menghubungi peserta melalui telepon dan WhatsApp, karena jika mereka masih punya tunggakan, BPJS tetap akan menagih. Peran wartawan juga penting dalam menyampaikan informasi ini agar masyarakat tidak dirugikan karena ketidaktahuan,” ujar Yusuf.

Ia juga menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat menyiapkan anggaran untuk mengalihkan kepesertaan bagi masyarakat yang benar-benar tidak mampu. “Kalau mereka tidak mampu lalu sakit, masa disuruh bayar iuran? Salah satu solusinya adalah dialihkan ke PBI (Penerima Bantuan Iuran) supaya dendanya hilang, meskipun tunggakannya tetap ada. Tapi untuk itu, peserta harus melalui proses Uji Kelayakan (UAC), dan Nunukan kebetulan sudah UAC,” jelasnya.

Terkait sistem rujukan, Yusuf menjelaskan bahwa rujukan medis berlaku selama tiga bulan dan harus segera digunakan setelah diterbitkan. “Kalau rujukan berlaku tiga bulan, sejak diterbitkan langsung aktif. Kalau yang tiga hari itu terkait penerbitan SEP. Misalnya, jika peserta mengalami kendala administrasi di hari Minggu dan BPJS dalam status non-aktif, maka rumah sakit tetap melayani pasien, dan ada waktu 3×24 jam untuk pengurusan keaktifan,” ungkapnya.

Yusuf menegaskan bahwa prosedur BPJS Kesehatan tidak mengalami perubahan signifikan dalam 11 tahun terakhir.

“Sebenarnya tidak ada perubahan, selama 11 tahun ini begitu-begitu saja prosedurnya. Mungkin yang berubah adalah pemahaman masyarakat tentang aturan yang berlaku,” pungkasnya.(*)

[jetpack-related-posts]