Oknum Polisi Polda Kaltara Gagal Bedakan Wartawan dan Tersangka, Liputan Sertijab Dianggap Temuan Mencurigakan

TANJUNG SELOR – Aroma wewangian bunga serah terima jabatan (sertijab) di Gedung Rupatama Kayan, Polda Kalimantan Utara (Kaltara), Rabu (28/05/25), mendadak berubah menjadi bau anyir kebebasan pers yang tercekik. Pasalnya, dua wartawan dari media Publikasi.co.id dan Kaltaraaktual.com secara mengejutkan ‘ditemukan’ oleh oknum polisi layaknya penemuan mayat tak dikenal—bedanya, kali ini “temuan” tersebut bersandar pada alasan tak berizin dari pimpinan.

Bacaan Lainnya

Ya, tampaknya di mata oknum polisi tersebut, kamera dan kartu pers kini setara dengan ancaman keamanan. Mungkin seragam pers perlu diganti dengan rompi anti pelarangan.

“Baru kali ini sejak Polda Kaltara berdiri, wartawan ditegur habis liputan, kayak habis ngelakuin kejahatan,” ujar Bli Made Wahyu Rahadia, Ketua organisasi jurnalis setempat, dengan nada tak bisa menyembunyikan getir.

Padahal, menurut Wahyu, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28F dan UU Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat 1 jelas menyatakan bahwa wartawan berhak meliput, mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi. Tapi mungkin pasal-pasal itu belum ‘disertijabkan’ ke oknum yang bersangkutan.

“Kalau wartawan ambil gambar lantas dianggap melanggar, apa kami harus izin dulu pada pimpinan hanya untuk memotret senyum pejabat?” sindirnya.

Yang lebih dramatis, para wartawan sempat difoto diam-diam oleh aparat, seolah mereka sedang jadi subjek penyelidikan. Entah itu bentuk dokumentasi atau sekadar iseng belaka, belum diketahui. Yang jelas, tindakan tersebut membuat suasana menjadi ‘hangat’, sayangnya bukan karena sambutan, tapi karena sikap yang bikin dahi berkerut.

Febriyandi, jurnalis lainnya, menegaskan bahwa liputan di kegiatan publik bukanlah pelanggaran, melainkan tugas wartawan yang sah.

“Kalau peliputan publik harus pakai izin, mungkin nanti wawancara warga pun harus disetujui RT setempat,” celetuknya.

Sementara itu, Wakapolda Kaltara, Brigjen Pol Soeseno Noerhandoko, yang sedang berada di Jakarta, memberikan respon diplomatis.

“Besok saya akan bicarakan dalam internal lebih dahulu. Terima kasih atas masukannya,” ujarnya.

Ya, semoga saja hasil pembahasannya bukan berupa larangan wartawan membawa kamera, atau mungkin usulan agar wartawan mengenakan baju tembus pandang saja biar gampang dideteksi.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari oknum polisi terkait metode ‘penemuan dua orang sipil’ yang ternyata wartawan. Barangkali SOP-nya masih tahap revisi—atau mungkin, masih nyari pembanding di buku detektif. (*)

[jetpack-related-posts]