NUNUKAN,Pembawakabar.com-Pemerintah Desa Binusan mengelar Doa Keselamatan, Mandi Safar dan tolak Bala yang jatuh pada hari ini Rabu (6/10/21) di Rumah Adat Tidung.
Doa selamat mandi safar dan tolak Bala dengan tema “Malok De Yampu Petawoi De Bala” ini merupakan tradisi turun temurun suku adat Tidung yang dilaksanakan di bulan safar.
Dalam kegiatan ini turut hadir Wakil Bupati Nunukan H. Hanafiah, Pemangku Adat Tidung Kabupaten Nunukan, Kepala Desa Binusan Rudihartono serta masyarakat Tidung yang ada di Kabupaten Nunukan.
Dari pantauan Pembawakabar.com, Sejak pagi-pagi sekali sekitar pukul 06.30 wita, masyarakat Tidung berbondong mulai berkumpung di halaman rumah adat Tidung, mereka membawa hidangan dari rumah masing-masing berupa ketupat, bubur dan beberapa jenis kue.
Di awali dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh agama, sebagai bentuk meminta keselamatan kepada sang pencipta agar terhindar dari segala bala.
setelah melaksanakan doa bersama barulah dilanjutkan dengan makan bersama, setelah itu tradisi yang rutin dilaksanakan setiap bulan safar ini yakni Mandi Safar. Ritual mandi safar ini dilakukan bertujuan untuk menolak bala atau menolak dari marabahaya, memberikan kecerdasan, perlindungan dan rejeki.
Kordinator Lembaga Adat Tidung, H. Sura’i didampingi kepala Desa Binusan Rudihartono, mengatakan, Kegiatan yang kami laksanakan hari ini merupakan tradisi mejiu safer (Mandi Safar) yang merupakan suatu rangkaian Iraw Tidung Borneo Bersatu ke II.
“Rangkaian ini sangat sakral sekali, karena bulan ini menurut kita adalah bulan yang banyak diturunkan Bala, tetapi hari ini kita sudah tolak Insya Allah acara kita nanti berjalan lancar” ujarnya.
Sura’i menjelaskan filosofi dari kegiatan mandi safar dan tolak bala yang digelar di Rumah Adat Tidung bertujuan untuk menghilangkan sengkala, bala dan bencana.
“Dengan ritual mandi safar ini memberi kecerdasan kepada anak-anak yang sudah dimandikan dengan doa dan ayat suci Alquran, memberikan perlindungan dari bencana serta memberikan rejeki yang berkah dalam kehidupannya,” Pungkasnya. (*)