RDP Soal Harga TBS, DPRD Minta Pemerintah Seriusi Persoalan Tersebut

NUNUKAN- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nunukan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait persoalan anjloknya nilai harga sawit.

RDP ini dipimpin oleh, Welson ketua Komisi II DPRD Nunukan, dengan beberapa anggota dprd serta Warga Sebakis yang mengatasnamakan Masyarakat Petani Kelapa Sawit Sebakis, diikuti, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Nunukan, Staf Setwan.

Bacaan Lainnya

RDP ini digelar di ruang rapat Ambalat I, Jum’at (01/07) pagi.

Dalam hearing tersebut, koordinator kelompok petani kelapa sawit Sebakis, Sahir Tamrin mengungkapkan, petani saat ini mengeluhkan terkait penetapan harga yang dilakukan sejumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Sebakis, yang membeli buah sawit tidak sesuai dengan harga TBS yang telah ditetapkan oleh Pemerintah.

“Kalau harga sembako naik kami tidak teriak, tapi ketika harga buah sawit turun maka kami akan teriak. Hampir sebulan ini kami belum panen karena harga yang dibeli PKS sangat jauh dari harga yang ditetapkan,”ungkap Sahir.

Lanjut Sahir, saat ini harga buah sawit masyarakat dihargai oleh PKS hanya Rp.1,2 juta per ton sementara harga tertinggi yang ditetapkan Pemprov Kaltara Rp.2,3 juta hingga Rp. 2,5 juta per ton”.

Dari harga tersebut, petani menerima hanya Rp. 200 ribu mengingat biaya pengangkutan menggunakan LCT harus mengeluarkan Rp. 600 ribu ditambah biaya yang mengangkut, menombak sekitar Rp. 400 ribu, maka para petani yang memiliki lahan hanya menerima Rp. 200 ribu sekali panen.

“Kalau Rp. 200 ribu mau dipakai buat beli sembako yang juga mahal, pupuk dan racun juga tinggi, makanya sebulan ini kami di Sebakis memilih tidak memanen buah selama persoalan ini belum ada solusi dari pemerintah,”ujarnya.

Dia menegaskan, jika pemerintah tidak mampu memberikan penegasan maupun solusi terhadap apa yang dilakukan PKS saat ini, Masyarakat Petani Kelapa Sawit Sebakis akan menjual TBS ke negara Malaysia.

“Harga sawit di Malaysia saat ini sekitar Rp. 5 juta, tentu sangat jauh berbeda dengan harga di Indonesia saat ini”, terangnya.

Masyarakat Petani Kelapa Sawit Sebakis juga menyampaikan tiga tuntutan kepada pemerintah diantaranya, mengevaluasi Permentan 2018 pasal IV tentang penerimaan TBS plasma dan mitra, karena hal itu tentu sangat tidak menguntungkan bagi petani yang mengelola perkebunan secara Mandiri.

Bagi PKS agar pemerintah dapat mengatur tentang kemitraan kepada petani yang ada saat ini dan memberikan penegasan terhadap penentuan harga beli yang terkadang dilakukan secara sepihak.

Meminta agar koperasi yang membeli buah masyarakat dievaluasi, agar lebih memperhatikan harga dan timbangan. “Jika tuntutan kami ini tidak terpenuhi maka izinkan kami membawa buah kami ke Malaysia”, tegas Sahir.

Selanjutnya, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Nunukan, Mukhtar menyampaikan, DKPP selama ini hanya berperan sebagai fasilitator dan mediator terhadap hal-hal yang terjadi di sektor perkebunan, mengingat seluruh wewenang merupakan tanggungjawab Pemrov Kaltara.

“Terkait apa yang menimpa masyarakat Sebakis, Kami akan segera menyampaikan kepada Dinas Perkebunan dan Pertanian Provinsi Kaltara untuk mengevaluasi apa yang menjadi tuntutan masyarakat dan terus berkoordinasi terkait apa yang menjadi persoalan di masyarakat,”ujarnya.

Sementara beberapa masukan dan saran anggota dprd Nunukan, Lewi menjelaskan, Sawit ataupun TBS dengan harga sekarang ini tidak hanya hari ini yang berlaku dan tidak hanya di Nunukan tetapi di seluruh Indonesia, kalau harganya tetap seperti ini akan dijual ke Malaysia Jadi sungguh miris dan tidak hanya di Sebakis ataupun di Semanggaris di daerah tempat saya di Sembakung, Lumbis dan Sebuku juga mengeluh hal yang sama.

Apa yang disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian tadi betul sesuai dengan aturan yang ada, kemudian kesepakatan yang ada seperti itu harganya mestinya harus ada kemitraan ataupun plasma, baru Sesuai dengan standar yang ada lalu.

Apakah kita cuman hari ini berpikir bahwa kemitraan saja yang kita perhatikan, banyak masyarakat kita yang menanam secara mandiri dan itu Sudah dari lama. Lalu bagaimana kemudian kita bisa mengantisipasi supaya ada kemitraan ataupun aturan yang lain yang kita memang buat sehingga tidak berpengaruh terhadap penentuan harga baik dari PKS itu sendiri dengan pemerintah sehingga masyarakat kita yang mungkin masih Mandiri ini bisa tersendiri aturannya.

Kalau ada PT ataupun PKS yang tidak punya kebun inti mestinya harus ada aturannya juga, yang harus kita buat sehingga tidak seenaknya juga menentukan harga ataupun mengikuti yang sudah disepakati bersama.

Yang melakukan kesepakatan untuk penentuan harga ini antara perusahaan yang punya Mitra, lalu yang tidak punya kebun inti seperti apa tetap mengikuti dan juga menjadi kewajiban kita dari pihak pemerintah ini, terutama dinas terkait menyampaikan kepada mereka yang petani Mandiri ini harus bermitra, masyarakat tidak hanya menunggu, kalau hanya cuma menunggu ya Sampai kapan, tegas Lewi.

“Jadi harapannya agar ada penertiban juga terhadap tengkulak-tengkulak yang pengepul, kadang-kadang masyarakat kita ini terbeban juga, bayangin aja dari kemarin 2000 lebih lalu terjun bebas ke 500 itu pembeli beras saja tidak cukup.Jadi mereka menggantungkan hidup ke mana, dan ini jadi tanggung jawab kita bersama untuk memikirkan itu tidak hanya menunggu ketika masyarakat kita ini datang ke DPR baru kita bertindak, kalau kemudian ini aturannya bahwa ini tanggung jawab profesi ya kita di Kabupaten juga punya tanggung jawab meskipun kita mungkin wewenangnya tidak terlalu besar tapi bagaimana kemudian kita menyuarakan ini juga ke pihak pemerintah provinsi ataupun pusat jadi tidak ada namanya lempar batu sembunyi tangan,”tuturnya.

Sementara Andi Krislina mengatakan, mendengar apa yang disampaikan dari kelompok tani kemudian penjelasan dari Kepala Dinas, betul Dinas Pertanian Kabupaten Itu bukan bagian dari penentu harga sawit tapi justru dengan pernyataan itu menjadi catatan bagi saya bahwa dari semua problem semua masalah yang dihadapi kelompok tani justru Memang harusnya menjadi perhatian khusus oleh Dinas Pertanian Kabupaten meskipun statusnya sebagai anggota pada saat rapat di Provinsi, tapi sebagai orang yang paling dekat dengan kelompok tani maka pemerintah daerah khususnya dinas pertanian adalah orang yang paling harus memasang badan untuk melindungi petani-petani kita.

Berbicara tentang aturan bahwa harga sawit yang ditetapkan hanya diberlakukan kepada yang plasma dan kemitraan ini sudah tidak perlu terucap lagi.

“Sawit bukan ditanam minggu ini bulan depan langsung setinggi itu, Ini barang sudah bertahun-tahun dan sudah terlanjur ditanam. Sebenarnya yang harus kita pikirkan adalah sebaiknya kelompok ini kita apakan sehingga tidak menangis seperti hari ini, itu yang harusnya menjadi catatan DPKP,” tutur Andi Krislina.

Dia menambahkan, Apa yang harus kita lakukan dengan pendampingan seperti apa yang harus kita lakukan oleh kelompok tani kita, karena kalau kita serahkan dengan aturan persis yang disampaikan para kelompok tani tadi yang memang tidak bisa apa-apa mereka, ditambah lagi dibenturkan dengan kenyataan bahwa buah itu tidak semua tenere tapi ada dura.

“Sebenarnya solusi yang ditawarkan oleh dinas pertanian, coba pengawalan atau pembinaan sama kelompok tani yang tidak bisa, jadikan bisa supaya yang tadi harga yang tidak masuk akal untuk diterima oleh kelompok tani. Mungkin mereka juga tidak menuntut harus harga yang luar biasa kalau harus di depankan dengan persoalan buat mereka, tapi kan tidak kemudian langsung terjun bebas harganya turun seperti itu, jadi ada yang harus mereka bayar seperti panen kemudian, transportasinya dan lain sebagainya itu yang menjadi catatan harusnya memang ada duduk bersama kalau perlu jadikan perhatian khusus kasus terkait tentang kelompok tani Mandiri ini,” tegasnya.

Sedangkan Hj. Nikmah mengatakan, apa yang disampaikan para petani sangat – sangat miris sekali saya rasa pemerintah kemarin waktu membuat kesepakatan, waktu membuat kesepakatan dengan provinsi melupakan petani Mandiri, sedangkan mereka sudah ada sejak lama, seharusnya itu menjadi bahan pembicaraan juga bagaimana nasib mereka. Bukan hanya plasma sama kemitraan saja yang dibahas, kasihan kan nasib mereka akhirnya.

“Selama ini mereka tidak pernah mengeluh sepanjang itu bisa terpenuhi kebutuhan mereka, tapi sekarang mereka datang karena sudah tidak tahan. Ini harus betul-betul diperjuangkan, masyarakat kita di tengah pandemi, pemerintahan harus mendobrak, ini masalah ekonomi kok ada yang ditelantarkan kalaupun mereka pernah melakukan kesalahan penyimpangan-penyimpangan itu kan masih bisa di lakukan pembinaan.

“Jadi tolonglah pemerintah, kita duduk di sini mencari solusi bagaimana ke depannya, supaya ini betul-betul harus ada jalan keluar terbaik untuk mereka,” ujarnya.

Selanjutnya pimpinan rapat, Welson menyampaikan kesimpulan berdasarkan catatan-catatan Dprd dan Dinas terkait, persoalan harga TBS akan disampaikan ke Provinsi

“Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini ada solusinya tidak bisa dibiarkan terlalu lama, karena sawit ini tidak bisa disimpan, mau dipanen butuh biaya. Ini masalah yang serius yang harus kita sampaikan ke provinsi melalui dinas terkait, intinya kami siap mendampingi supaya semua persoalan yang ada ini segera kita atasi bersama, tidak bisa kita biarkan dengan adanya aturan-aturan yang ada sehingga kita menutup mata dengan kondisi begini, dan ini juga tidak manusiawi, kami ada bersama rakyat bersama Pemerintah dengan waktu yang cepat,” tutup Welson. (*)

Dengarkan Kami di Aplikasi Solatafm Nunukan