Soal Kasus KDRT, Begini Pejelasan Camat Nunukan Selatan

NUNUKAN-Terkais Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Pernikahan anak di bawah umur di Kecamatan Nunukan Selatan berdasarkan hasil data evaluasi Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) terbilang cukup tinggi.

Camat Nunukan Selatan Baharuddin D. Sutte mengakui  kasus KDRT dan Pernikahan dibawah umur di Nunukan Selatan benar adanya, namun tidak tinggi.

Bacaan Lainnya

“Tidak terlalu tinggi juga, tetapi memang ada atau pernah ada tapi hanya 1 atau 2 kasus dan itu terjadi di dalam lingkup keluarga sendiri terkait pelecehan terhadap anak,” ujar Baharuddin, saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (15/2) siang.

Dia mengatakan, Nunukan Selatan beberapa tahun ini memang menjadi primadona, sehingga banyak dikunjungi masyarakat dengan adanya komunitas rumput laut. Perantau dari luar daerah datang ke Nunukan Selatan tepatnya di Mamolo, saking banyanya masyarakat sehingga kita juga tidak bisa menfilter mengenai kelakuan mereka.

Dengan banyaknya masyarakat dan dengan kebiasaannya yang berbeda, kata Baharuddin tentu menimbulkan sesuatu hal yang memiliki akses negatif termasuk pelecehan seksual terhadap anak.

“Walapun kita sudah berusaha mencegah, tetapi kita tidak bisa menghindari  apalagi kejadian tersebut terjadi di dalam lingkungan keluarga, nah kasus itu yang pernah terjadi yang saya ingat. Walaupun demikian apakah itu terjadi di luar lingkungan keluarga atau di dalam lingkungan keluarga, memang itu kewajiban kita bersama untuk mencegah hal itu terjadi ,”ungkapnya.

Baharuddin menyebutkan selama ini sosialisasi sering dilakukan, namun kembali lagi ke masing-masing individunya.

“Kita selalu lakukan sosialisasi, namun yang namanya kejahatan dan kembali ke pribadinya masing-masing meskipun kita sudah memberikan himbauan dan edukasi , tapi dari orangnya lagi apa menerima atau tidak edukasi yang kita sampaikan,” terangnya.

“Intinya Kecamatan Nunukan Selatan bersama Kelurahan yang ada kita upayakan mencegah terjadinya kasus KDRT dan Pelecehan seksual. Kita berupaya mendata termasuk pendatang  yang belum memiliki identitas, karena yang kita takutkan mereka melakukan kejahatan dan melarikan diri sehingga kita kehilangan jejak, “ tuturnya.

Dia mengungkapkan Persoalan anak di bawah umur yang bekerja tidak bisa dipungkiri dikarenakan anak-anak tersebut mengikuti  orang tuanya.

“Mereka itu dari luar daerah yang datang ke Nunukan. Anak-anaknya yang mungkin sekolah di daerahnya karena harus ikut dan tidak sempat untuk didaftarkan di sekolah yang ada di sini, termasuk ada yang anaknya tiba-tiba menyusul ke Nunukan dan belum mengurus surat pindah dari sekolah di daerahnya. Jadi tidak bisa kita pungkiri ada anak-anak yang terlibat mabentang,”

“Namun dari Dinas Pendidikan Nunukan membuka program seperti sekolah terbuka, artinya belajar di tempat itu dan setelah belajar kembali lagi untuk kerja. Kami sangat mengapresiasi hal itu karena sangat membantu anak-anak itu, karena kita juga tidak bisa memaksa  orang tuanya untuk mensekolahkan anaknya, kegiatan itu juga sangat efektif,” tambahnya.

Faktor anak-anak tersebut tidak ingin sekolah dikarenakan pekerjaan mengikat rumput laut sangat mudah dilakukan dan langsung dibayar pada saat selesai, namun lanjut Baharuddin yang ditakutkan anak-anak memilih bekerja dari pada sekolah, lantaran pekerjaan yang santai dilakukan bisa menghasilkan uang, tetapi kita juga harus pahami mungkin ada keluarga yang ekonomi nya terbatas sehingga anaknya membantu orang tuanya untuk mencari nafkah.

“Ini tanggung jawab kita bersama, saya berharap dari Kecamatan, Kelurahan hingga RT, RW yang kita lakukan adalah kepeduliaan dengan mengajak dan berupaya menguggah orang tuanya untuk mau mensekolahkan anaknya,” ujarnya.

Berdasarkan informai yang diterima, angka anak di bawah umur yang melakukan aktivitas mabentang di Mamalo  saat ini yaitu 4 persen.

“Untuk data kami belum memiliki namun melihat anak-anak yang ada di sana itu baru di bawah 5 Persen” pungkasnya (***)

[jetpack-related-posts]