Solusi Tarif Bagasi Pelni Nunukan, DPRD Ambil Langkah Nyata

NUNUKAN-Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang difasilitasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan, permasalahan penanganan over bagasi oleh PT. Pelni (Persero) Cabang Nunukan menjadi fokus utama diskusi. Rapat yang dipimpin oleh Ketua DPRD Sementara Hj. Leppa tersebut menghadirkan berbagai pihak terkait, termasuk Kapolsek KSKP, perwakilan Lanal Nunukan, KSOP Nunukan, Bea Cukai Nunukan, Kepala Pelni Nunukan, Dishub Nunukan, serta masyarakat migran yang diwakili oleh Lembaga Komunikasi Masyarakat Migran (LKMM) Nunukan, Selasa (24/9).

Hj. Leppa dalam sambutannya menegaskan pentingnya transparansi dalam diskusi ini. “Saya harap semua tidak ada yang ditutupi harus terbuka, jangan ada yang dilindungi, harus disampaikan sejelas-jelasnya,” kata Hj. Leppa dengan tegas.

Bacaan Lainnya

Permasalahan utama yang menjadi sorotan adalah besarnya biaya yang harus dibayar oleh masyarakat untuk over bagasi. Ketua LKMM, Bastian, menjelaskan bahwa biaya yang dikenakan per gerobak bisa mencapai Rp9 juta, yang tentu saja sangat memberatkan masyarakat. Menurut Bastian, meskipun sudah pernah ada mediasi dengan pihak PT. Pelni pada tanggal 2 Juni 2024 di Hotel Fortune mengenai harga bagasi, hasil akhirnya masih dirasa memberatkan.

Bastian mengeluhkan bahwa berdasarkan perhitungan kubikasi panjang kali lebar kali tinggi dibagi satu juta, biaya yang harus dibayar bisa mencapai tujuh hingga delapan juta rupiah per gerobak. Oleh karena itu, ia berharap agar ada negosiasi lebih lanjut untuk mengurangi biaya tersebut. “Kami berharap negosiasi masih ada, sehingga estimasi delapan juta menjadi tiga juta, atau estimasi enam juta dibayar dua juta setengah. Kami mohon ada kebijakan yang lebih meringankan calon penumpang,” jelas Bastian.

Bastian juga memperkenalkan metode penghitungan baru yang dapat meringankan beban masyarakat, yaitu dengan menggunakan pembagian empat ribu pada sistem kubikasi mycargo. Jika metode ini diterapkan, biaya untuk bagasi over menjadi lebih terjangkau. Dalam percontohan yang diberikan, jika metode panjang kali lebar kali tinggi dibagi empat ribu diterapkan, biaya untuk pengiriman ke Larantuka bisa lebih rendah.

Pada akhir penjelasannya, Bastian menekankan pentingnya peran DPRD dalam mengadvokasi kebijakan yang lebih adil dan meringankan beban masyarakat migran di Nunukan. Dia berharap agar DPRD bisa menjadi perpanjangan tangan dari masyarakat dalam memperoleh kebijakan lokal yang lebih kondusif dan adil dalam penanganan over bagasi.

Menanggapi hal tersebut, Junarto kepala Cabang PT. Pelni Nunukan memberikan klarifikasi mengenai prosedur dan kebijakan yang berlaku untuk over bagasi dan muatan.

Over bagasi merupakan barang bawaan penumpang yang melebihi batas volume atau berat tertentu. Ukuran yang diterapkan adalah 70 cm x 40 cm dengan volume tertentu atau berat sebesar 40 kg.

Kemudian Penumpang memiliki batas bebas over bagasi hingga 60 kg. Lebih dari itu, penumpang harus membayar sesuai tarif yang berlaku.

” Informasi terkait tarif dan ketentuan pembayaran sudah disosialisasikan melalui media sosial Pelni dan informasi di pintu masuk pelabuhan. Segala informasi terkait harga tiket dan over bagasi sudah diatur dalam aplikasi Pelni, tidak ada yang ditutupi,”jelas Junarto.

Lanjut dia, barang yang melebihi batas over bagasi atau tidak sesuai dengan ketentuan over bagasi dianggap sebagai muatan. Sistem pengiriman muatan menggunakan aplikasi Pelni Mobile.

“Calon pengirim (Shipper) dapat melakukan booking maksimal 2 jam sebelum kapal tiba, dengan memasukkan informasi tentang ukuran dan jumlah barangnya. Perhitungan biaya muatan didasarkan pada volume atau berat barang, tergantung mana yang lebih besar. Volume dihitung dengan rumus panjang x lebar x tinggi. Dan tarif disesuaikan dengan tujuan pelabuhan dan sudah tersimpan dalam sistem aplikasi Pelni. Setelah barang dimasukkan dalam sistem aplikasi, jika ada penyesuaian karena barang lebih besar atau lebih berat, maka harga otomatis akan muncul sesuai tarif yang berlaku,”tambahnya.

Melalui sistem ini, kami berharap proses over bagasi dan muatan bisa lebih transparan dan mudah dipahami oleh penumpang serta calon pengirim barang.

“Dengan adanya informasi yang disosialisasikan dan aplikasi Pelni Mobile, penumpang dan pengirim barang dapat merencanakan dan memperkirakan biaya yang harus mereka keluarkan dengan lebih akurat,”jelasnya.

Dalam rapat tersebut beberapa saran dan masukkkan juga disampaikan oleh anggota DPRD Muhammad Mansur.

Mansur mengatakan pentingnya memahami perbedaan kultur di setiap pelabuhan, seperti di Tarakan yang tidak memiliki transit.

“Di seluruh Indonesia, kultur pelabuhan kita berbeda. Sebagai contoh, di Tarakan tidak ada transit. Hal ini harus menjadi perhatian dalam menyusun kebijakan terkait bagasi,” ujar Mansur.

Mansur juga menekankan pentingnya regulasi yang lebih manusiawi terkait kebijakan bagasi, terutama bagi masyarakat migran dari daerah seperti NTT.

“Masyarakat migran seringkali membawa barang-barang yang tidak terlalu bernilai dari segi harga, tetapi sangat berharga bagi mereka secara sentimental. Harga bagasi yang mahal seringkali menjadi beban berat,” tambahnya.

Selain masalah bagasi, Mansur juga meminta adanya perlindungan lebih bagi penumpang. Kebersihan dan fasilitas di atas kapal juga menjadi perhatian, dengan adanya keluhan tentang kondisi kapal yang kurang memadai.

“Kalau kita mau buka-bukaan banyak kapal Pelni yang bermasalah, misalnya ada kecoak di atas kapal. Ini melanggar standar kebersihan dan kenyamanan,” tegasnya.

Dalam RDP tersebut, Mansur juga mengusulkan agar ada kerja sama yang lebih erat antara Kepala Cabang Pelni dengan Lembaga Komunikasi Masyarakat Migra (LKMM).

“Perlu ada kolaborasi untuk mengatasi isu-isu ini. Mungkin bisa dibuat brosur informatif atau kebijakan subsidi bagi migran yang membawa barang-barang tertentu,” sarannya.

Ia juga meminta ada dispensasi atau subsidi khusus bagi masyarakat migran untuk meringankan beban mereka. Mansur mengusulkan agar DPRD turut menyurati Pelni pusat untuk membahas kebijakan ini lebih lanjut.

Pada akhir pertemuan, DPRD Nunukan mencapai kesimpulan penting. Dewan memutuskan untuk menyurati PT Pelni Pusat guna meminta keringanan dalam tarif muatan dan rencananya anggota DPRD akan melakukan pengecekan langsung di lapangan untuk memahami kondisi lebih mendalam.

Namun, upaya ini belum dapat ditindaklanjuti segera karena belum terbentuknya Alat Kelengkapan Dewan (AKD).

“Adapun kesimpulan RDP (Rapat Dengar Pendapat) tersebut, DPRD menyimpulkan untuk dilakukan tindakan dengan bersurat ke PT Pelni Pusat untuk diminta keringanan dalam tarif muatan dan mengecek di lapangan seperti apa dan menjadi tugas anggota DPRD di komisi II, namun kita belum bisa tindaklanjuti segera karena kita masih belum terbentuk AKD. Jadi kita hanya bisa bantu dengan menyurat,”tutup Ketua DPRD Sementara.(*)

[jetpack-related-posts]