Syamsudin: Ada 4 Temuan Ombusman RI Jadi Kendala Layanan BPJS

Tanjung Selor – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Utara (Kaltara), Syamsudin Arfa, memimpin rapat dengar pendapat bersifat penting yang membahas berbagai persoalan dalam pelayanan BPJS Kesehatan di daerah. Rapat yang digelar bersama Ombudsman RI, BPJS, serta kepala rumah sakit dari lima kabupaten ini menyoroti celah-celah pelayanan kesehatan yang dinilai belum optimal, meskipun hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan telah dijamin oleh undang-undang.

Bacaan Lainnya

Rapat yang digelar pada Selasa (22/4/2025), dihadiri oleh perwakilan Ombudsman RI Ibu Maria Ulfa dan jajarannya, pihak BPJS Kesehatan, Kepala RSUD Dr. Yusuf SK beserta pimpinan rumah sakit dari lima kabupaten, Dinas Kesehatan, dan anggota DPRD.

Syamsudin mengungkapkan bahwa Pemprov Kaltara telah mengalokasikan tidak kurang dari Rp20 miliar setiap tahun untuk penyertaan iuran PBI (Penerima Bantuan Iuran) bagi warga kurang mampu. “Itu baru dari provinsi, belum termasuk yang ditanggung oleh kabupaten/kota,” ujarnya.

Syamsudin juga menyebutkan empat persoalan temuan Ombudsman RI yang selama ini menjadi kendala dalam pelayanan BPJS.

Regulasi yang Lemah dan Tidak Seragam,

Sistem rujukan yang menuntut pasien harus melalui Puskesmas terlebih dahulu sering kali tidak berjalan baik, apalagi dengan masih banyaknya Puskesmas yang tidak beroperasi 24 jam. Persoalan ini kerap muncul saat pasien datang dalam kondisi darurat di malam hari, seperti kasus ibu melahirkan.

Masa Aktif dan Pending Klaim BPJS

Peserta BPJS yang tidak aktif selama enam bulan akan hangus kepesertaannya. Selain itu, rumah sakit juga sering menerima tagihan dari BPJS karena dianggap tidak memenuhi regulasi administratif, bahkan setelah satu tahun. Hal ini menyebabkan banyak dokter harus mengembalikan klaim yang sebelumnya sudah dibayarkan.

Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Verifikasi, proses verifikasi BPJS yang ketat seringkali menyulitkan dokter, terlebih jika terjadi kesalahan dalam pengisian sistem. Hal ini mengakibatkan klaim ditolak, dan dokter dituntut bertanggung jawab.

Pelayanan Aduan dan Koordinasi Lintas Instansi, Rumah sakit tidak semua memiliki pegawai yang bertugas menerima aduan selama 24 jam. Masih banyak kekurangan dalam koordinasi antar pihak terkait, mulai dari BPJS hingga pemerintah daerah.

Syamsudin juga menekankan agar BPJS tidak bersikap defensif dalam menghadapi kritik.

“Kalau terus berlindung di balik regulasi, persoalan ini tidak akan pernah selesai. Masa kita harus dobrak regulasi ke pusat? Itu panjang prosesnya,” tegasnya.

Terkait iuran atau premi, Syamsudin menolak anggapan bahwa menaikkan premi akan langsung menyelesaikan masalah.

“Apakah ada yang bisa menjamin jika premi dinaikkan, pelayanan akan otomatis membaik? Saya kira tidak,” ucapnya.

Syamsudin merekomendasikan diadakannya rapat koordinasi lanjutan yang melibatkan Dinas Kesehatan, BPJS, kepala rumah sakit, dan pihak-pihak terkait lainnya. Rapat ini nantinya akan membahas solusi konkret baik jangka pendek maupun menengah, termasuk evaluasi terhadap regulasi dan mekanisme pembiayaan pelayanan.

“Rapat koordinasi ini kita beri waktu satu bulan. Kita perlu hadirkan juga pihak pemerintah dan DPR agar bisa menekan anggaran jika diperlukan. Tapi yang paling penting, pelayanan kesehatan untuk masyarakat harus berjalan dengan baik,” pungkas Syamsudin Arfa.(*)

[jetpack-related-posts]