Masyarakat Adat Lumbis Minta DPRD Rekomendasikan Pencabutan Izin PT. BHP

NUNUKAN, Pembawakabar.com-Kasus sengketa lahan antara Masyarakat Adat dan PT. Bulungan Hijau Perkasa belum menemukan titik temu.

Meski Panitia Pansus telah mencarikan solusi melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Nunukan terkait tuntutan Masyarakat adat yang hingga saat ini belum dipenuhi PT. BHP

Bacaan Lainnya

Alhasil RDP kembali dilaksanakan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Nunukan, Jumat (3/9) kemarin, dengan memanggil masyarakat adat, 6 Kepala Desa dan Camat.

Rapat yang dipimpin ketua Pansus Lewi menyampaikan beberapa point hasil dari pertemuan tim Pansus dengan perusahaan diantanya, Pihak PT. BHP menyanggupi memberikan CSR sebesar Rp.250 juta setiap tahun yang dibagi kepada 6 Desa, Terkait dengan Plasma, PT. BHP akan menyediakan bibit kelapa sawit sebanyak 1.000-1.500 pohon per desa dan alat berat, supervisor untuk pembibitan penanaman.

“Untuk land clearing yang dibutuhkan penanaman kebutuhan kelapa sawit, maka setiap desa penugasan dua orang yang akan berkordinasi dengan pihak BPH untuk kelancaran operasional dan mobilisasi alat berat, serta keselamatan peralatan operator dan lainnya,” kata Lewi.

Kemudian, PT. BHP akan memberikan prioritas penerimaan karyawan dari masyarakat setempat di sekitar PT. BHP setiap penerimaan karyawan yang dilakukan sepanjang ada kebutuhan tenaga kerja sesuai aturan perusahaan.

Mendengar penjelasan Ketua Pansus, Kepala Desa Taluan Nasution menyampaikan bahwa PT. BHP akan memberikan bantuan bibit sebanyak 1.000-1.500 pohon per Desa, pernyataan tersebut sudah disampaikan kepada masyarakat 10 tahun yang lalu.

“Plasma di luar HGU ini sudah tawarkan BHP waktu itu, makanya kami menuntut Plasma itu 20 persen di dalam HGU. BHP melakukan pembodohan kepada masyarakat karena awal BHP masuk menawarkan plasma di luar HGU, bahkan sampai mengecek lokasi yang luasnya 260 hektare dan lokasi tersebut ternyata merupakan milik PT. NSM,” terangnya.

“Kami meminta DPRD merekomendasikan agar izin PT. BHP di Cabut, jangan diperpanjang karena perusahaan tersebut akan memperpanjang izin,” pintanya.

Sementara itu, Sukirman ketua lembaga adat Desa Patal 2 menambahkan, tuntutan masyarakat adat yang diperjuangkan  sejak lama semakin larut, bahkan 4 ketua adat yang terdahulu sudah tidak ada  (Meninggal, Red) hingga ke generasi saat ini tidak ada titik temunya.

“Kami merasa pendapatan adat sudah tidak ada di sana, terutama pencarian gaharu, rotan, ikan dan damar. Jadi aset adat itu sudah tidak ada, lenyap menjadi kebun kelapa sawit,” tuturnya.

Dia menambahkan, Harapan kami munculnya Pansus DPRD mencari solusinya dan terselesaikan persoalan ini, namun tidak ada titik temunya.

“Apa yang disampaikan PT. BHP sama saja dengan yang dulu dan sekarang. Apabila persoalan ini tidak ada titik temunya, sesuai pernyataan pansus kemarin maka pabrik PT. BHP itu akan kita klaim bersama,”tuturnya.

Sukirman mengharapkan DPRD Nunukan merekomendasikan agar izin PT. BHP segera dicabut dan tidak perlu menunggu waktu lama.

“Saya meminta agar izin perusahaan itu dicabut, sepulang dari sini saya sendiri yang akan memimpin anggota di sana untuk menghentikan kegiatan perusahaan tersebut, apapun yang terjadi karena ini sudah berulang-ulang. Jadi kita mencoba mengunakan hukum rimba,” tegasnya.

Selanjutnya menanggapi permintaan masyarakat adat dengan rekomendasi pencabutan izin operasional PT. BHP, Anggota DPRD Nunukan, Amrin Sitanggang sangat mendukung masyarakat adat mendapatkan plasma.

“Saya pribadi mendukung dan masyarakat harus dapat Plasma itu, kami pansus bersusah payah berjuang untuk mendapatkan agar masyarakat sejahtera bukan jadi penonton,” terangnya.

Sementara Wakil Ketua Pansus Gat Khaleb  menerangkan berdasarkan PP Nomor 26 tahun 2021 Pasal 12 Huruf a menjelaskan bahwa areal perusahaan yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, wajib 20 persen memfasilitasi pembangunan perkebunan bagi masyarakat sekitar, sebagaimana disebutkan pada ayat 2 disebutkan, selambatnya 3 tahun setelah izin HGU diberikan, perusahaan wajib melaksanakan hal itu.

Sedangkan dalam Pasal 25, apabila perusahaan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana pasal 13 akan dikenakan sanksi administratif, dengan 3 kategori berupa denda, penghentian sementara operasional dan pencabutan izin.

“Kami tetap berjuang dan dengan rekomendasi kalau perlu dicabut izin perusahaan tersebut saya sangat sepakat,” Pungkasnya. (*)

[jetpack-related-posts]