Soal Penimbunan di Lingkar Nunukan, DPRD Berhentikan Aktivitas Penimbunan dan Membentuk Tim Terpadu

NUNUKAN-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nunukan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Masyarakat Petani Rumput Laut Menggugat Oknum yang melakukan aktivitas penimbunan di Lingkar, namun yang bersangkutan tidak menghadiri rapat yang digelar di ruang ambalat I DPRD Nunukan, Jumat (23/6).

Bacaan Lainnya

Adapun rapat dengar pendapat(RDP) tersebut  dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Nunukan, Hj. Leppa, didamping Ketua Komisi II DPRD Nunukan, Welson, di hadiri sejumlah anggota DPRD, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Nunukan, Kepala Sat Pol PP, Camat Nunukan dan Nunukan Selatan, Kepala DPU Nunukan, Kepala Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nunukan, Staf Sekwan, serta sejumlah awak media.

Abdul Rahma selaku warga (Petani Rumput Laut) yang terdampak dari penimbunan menyampaikan pihaknya sebagai petani rumput laut yang memiliki jemuran rumput laut di daerah sekitar Jalan Lingkar yang saat ini ada penimbunan sangat terdampak.

“Kami dengar pemilik penimbun memiliki sertifikat wilayah sekitar tersebut, jadi ini yang ingin kami pertanyakan di dalam rapat ini. Apakah sertifikat yang dimiliki oknum tersebut diakui secara hukum atau tidak. Setahu kami di atas laut tidak bisa ditertibkan sertifikatnya”, kata Abdul Rahman.

Selanjutnya, untuk menjawab persoalan tersebut Kepala Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Nunukan, Jhon Palapa menjelaskan legalitas aktivitas penimbunan dan sertifikat terkait aktivitas penimbunan tersebut berada dalam ranah Dinas Perkerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Nunukan, terkait perizinan penimbunan.

Kemudian terkait sertifikat yang diakui diwilayah tersebut, berdasarkan screenshot dari peta yang muncul ini bisa kami luruskan bahwa peta yang dijadikan dasar itu ada kesalahan plotting sehingga saat ini Peta yang sudah beredar itu sudah kami take down dulu, untuk kami betulkan terkait posisi gambar dari sertifikat”, ungkap Jhon Palapa.

Terkait beredarnya sertifikat dari pemohon sudah pernah menghadap ke kantor untuk pengambilan batas. Karena untuk memposisikan sertifikat di mana letak tanahnya, mekanisme di BPN ada dua. Yang pertama, dengan mekanisme  pengembalian batas. Yang kedua, melakukan kegiatan pengukuran ulang.

Mekanisme pengambilan batas yang diajukan ke ATR/BPN Nunukan, tidak bisa ditindaklanjuti karena data yang ada tidak cukup untuk melakukan pengembalian batas Sehingga untuk memposisikan sertifikat tersebut menggunakan mekanisme pengukuran ulang.

“Kegiatan Pengukuran ulang ada syaratnya. Salah satunya adalah dari pemohon harus melakukan pemasangan tanda batas. Yang kedua, harus ada persetujuan tetangga yang berbatasan baru kami melakukan pengukuran”, kata  Jhon Palapa.

Untuk saat ini pihaknya belum bisa memastikan apakah sertifikat itu sampai ke tepi laut, karena belum ada pengukuran ulang dan pengembalian batas.

Selanjutnya, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Nunukan Welson menyebut sepakat sertifikat bukanlah satu hal yang mutlak. Kemudian dengan ada sertifikat bebas untuk melakukan kegiatan, namun harus ada izin yang dilengkapi ketika melakukan kegiatan apalagi jika itu usaha.

“Mereka juga harus mengurus persyaratan- persyaratan untuk melakukan kegiatan. Jika dia memiliki sertifikat ini yang dipertanyakan seperti apa proses dia mendapatkan. Jadi ini yang dipelajari dengan baik”, jelasnya.

Welson menegaskan, aktivitas penimbunan sudah dihentikan sementara waktu dan DPRD akan menyurati Bupati untuk merekomendasikan dan membentuk tim terpadu supaya tim lebih tegas mengambil tindakan untuk mengatasi persoalan yang ada dijalan lingkar bisa diselesaikan dengan baik,” (*).

[jetpack-related-posts]