Kegiatan yang menjadi lanjutan dari Rapat Koordinasi Pengawasan Internal Keuangan dan Pembangunan Daerah beberapa waktu lalu ini berlangsung di Ruang Rapat Lantai I Kantor Gubernur pada Rabu, (7/7).
Selain Wakil Gubernur, kegiatan ini juga dihadiri oleh Wakil Bupati Tana Tidung Hendrik, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Provinsi Kaltara Taupan, Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kota Tarakan Tarmiji, Staf Ahli Bidang Hukum Kesatuan Bangsa dan Pemerintah Provinsi Kaltara Udau Robinson, Staf Ahli Bidang Ekonomi, Pembangunan dan Hubungan antar Lembaga Provinsi Kaltara Edy Suharto, dan perwakilan dari Kabupaten/Kota di Kaltara serta instansi terkait.
Dalam kesempatan ini, Bupati Malinau yang diwakili oleh Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Malinau Sofyan menjelaskan bahwa wilayahnya memiliki perbedaan dengan kabupaten dan kota di Kaltara. Hal ini dilihat dari tidak adanya tambak serta kurangnya penghasilan laut di Kabupaten Malinau.
“Kami memang tidak seperti daerah Tarakan, Bulungan, Nunukan, dan Tana Tidung. Ini karena kami tidak memiliki tambak, bahkan hasil laut kami masih kurang karena kondisi wilayah,” jelasnya.
“Tapi tetap kami mengupayakan agar kebutuhan rakyat dapat terpenuhi, kami telah masukan program budidaya benih ikan dan udang. Budidaya tersebut tidak besar, tapi ada. Banyak faktor yang mempengaruhi, jadi sekarang masih kami benahi lagi,” tambahnya.
Menurutnya hal ini tidak mengurangi keistimewaan Kabupaten Malinau, ia mengaku bahwa Malinau memiliki potensi ikan tawar yang dapat menjadi keunggulan untuk Kaltara ke depannya.
“Orang Malaysia menyebutnya ikan empurau, menurut informasi yang saya kumpulkan ikan itu ternyata harganya memang mahal. Coba kita mulai untuk pikirkan, ini tidak hanya menjadi potensi milik Kabupaten Malinau saja melainkan potensi milik Kaltara juga nantinya,” beber Sofyan.
Selain itu, Kepala Bidang Pendataan Usaha Perikanan Dinas Perikanan Kabupaten Nunukan Sirajudin Saleh selaku perwakilan Bupati Nunukan menjelaskan bahwa Kaltara juga kaya akan sumber daya rumput laut.
“Terkait dengan sumber daya alam, Kaltara ini merupakan penghasil rumput laut jenis eucheuma cottonii terbesar di dunia. Menurut data dari Kementerian Kelautan, 70,66 persen penghasil rumput laut berasal dari Kaltara,” bebernya.
“Namun menurut catatan di pusat, Surabaya dan Makassar merupakan pengekspor rumput laut terbesar di Indonesia. Ini karena hingga sekarang Kaltara selalu mengirimkan hasil sumber dayanya ke dua wilayah tersebut, jadi istilah kasarnya kita yang kerja tapi nama Surabaya dan Makassar yang tercatat,” sambung Sirajudin Saleh lagi.
Dirinya menerangkan bahwa dalam sebulan Nunukan dapat menghasilkan 2.500 hingga 3.000 ton rumput laut atau setara dengan 30.000 hingga 40.000 karung, menurutnya hasil ini sangat banyak jika dibandingkan dengan kawasan budidaya yang tidak mencapai 20 persen dari wilayah Nunukan.
Melihat kekayaan sumber daya alam yang dihasilkan oleh Benuanta, Wakil Gubernur mengaku bahwa hal ini harus mendapatkan perhatian lebih. Sangat disayangkan apabila limpah ruah kekayaan tersebut hilang begitu saja, karena potensi-potensi tersebut dapat mengangkat nama Kaltara.
“Saya pernah makan ikan yang disebutkan perwakilan Kabupaten Malinau tadi. Satu ons ikan itu seharga 2 juta, saya lihat di sebuah mall di Jakarta. Jadi saya kaget juga, ternyata ikan itu banyak di Kaltara. Ada juga di Sumatera dan Pontianak, tapi cita rasanya berbeda dengan yang ada di Kaltara,” jelas Wakil Gubernur.
“Sekarang kita mulai lagi, banyak sekali potensi alam yang memang bisa kita pasarkan ke luar daerah bahkan negara. Tidak hanya rumput laut saja kekayaan alam yang kita punya ini, banyak sekali. Nanti kita adakan rapat lagi terkait ekspor tersebut,” pungkas Wakil Gubernur Yansen.(saq/dkispkaltara)